Om Svastyastu
Berita yang sungguh mengejutkan,serta menarik rasa iba,dimana pada tanggal 05Januari 2012,telah terjadi peristiwa yang membuat hati para Dharmais tergugah.dimana adanya aksi perampasan dan pelelangan harta seorang pemangku dilakukan oleh krama banjar.mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah ini cermin kekuatan adat yang jauh berbeda dibandingkan dengan sisi humanisme kita?
Apakah adat kini sudah menjadi raksasa besar yang tumbuh dan bahkan menghancurkan pencipta adat itu sendiri? Layaknya ormas yang ditujukan pertama kali untuk menjadi pelindung,namun malah sekarang menjadi tak terbendung kekuatannya karena telah melampaui batas.apakah sudah pernah terbesit dihati kita, apa yang telah kita lakukan? Dalam konteks humanisme dan hati nurani saya pribadi sebagai penulis sangat menyayangkan hal ini.mengapa hal ini bisa terjadi dan bahkan menjadi santapan publik,bahkan diluar Bali sekalipun sudah tertawa terbahak-bahak serta mengatakan, “Bali itu damai? Bali itu indah? Haha,ternyata benar bahwa mereka memuja berhala.apakah resiko ini pernah terfikir sebelumnya?
Dijelaskan penyebab pemangku dirampas hartanya karena tak mau membayar sepeserpun dana jika itu terkait dengan urunan barong. Hukum adat itu memang diakui dalam hukum nasional kita sebagai hukum unit terkecil yang mampu(seharusnya) mengayomi masyarakat di berbagai daerah.namun bukan berarti hukum adat bisa bertindak semena-mena terhadap rakyat setempat dan dianggap mutlak. Karena Indonesia sendiri mengakui bahwa Hukum tertingi adalah “bukan” hukum adat. Hukum adat boleh dilaksanakan asalkan tidak menimbulkan pertentangan dengan Hukum positif yang lebih universal.
Tindakan mengambil barang (sita-menyita) tidak dapat dilakukan tanpa adanya surat penetapan dan perintah dari Pengadilan untuk penyitaan tersebut. Secara hukum, yang berhak melakukan penyitaan adalah hanyalah Pengadilan.jadi sebenarnya tindakan penyitaan itu seharusnya bukan dilakukan sewenang-wenang.ada prosedur yang harus dipatuhi . dan mengingat hukum menurut agama Hindu ada banyak jenis,jika dibedakan dari segi kekuasaannya hukum (Dharma) dibagi 2 yaitu hukum Negara dan hukum Rta.
Nah selain itu dampak yang nyata yang diakibatkan dari kasus ini adalah pandangan miring tentang Bali dan otomatis terhadap Hindu Bali sendiri,karena mengingat bahwa mayoritas agama yang dipeluk di Bali adalah Hindu,sehingga pandangan masyarakan non Bali akan demikian.bahwa apapun yang dilakukan di Bali tak bisa lepas dari peranan agama Hindu.nah inilah sesuatu yang lumayan memprihatinkan. Dimana sengketa adat diatas dilatarbelakangi kepercayaan untuk “mengadopsi” barong yang sebelumnya bernilai komersial menjadi bernilai suci/kultus dengan diadakannya pasupati dan upacara sejenis lainnya.akan timbul anggapan miring masyarakat non Bali bahwa hasil yang didapat dari bergama Hindu selama ini adalah memuja berhala? Apakah itu tidak pernah terpikirkan? Bahwa hanya karena kepercayaan menjadikan barong yang dulunya komersial menjadi tapakan ,menjadi pemicu tindak kekerasan terhadap sesama manusia?dimanakah sisi humanis kita sebagai krama bali yang terkenal ramah,sopan santun,dan lain sebagainya? “Haha, ternyata orang Hindu benar-benar memuja berhala”. Misalnya ada kata-kata seperti itu apakah telinga dan mata kita nyaman?benar-benar suatu yang memalukan.karena kasus seperti ini pendapat orang lain menjadi aneh-aneh dan serta menafsirkan secara bervariasi.hanya karena masalah akan mengkultuskan barong yang notabene benda mati,sampai terjadi tindakan memalukan yang saya rasa tak ubahnya aksi ormas-ormas brutal saat ini.saya dalam pemberitaan bali post juga tersirat kekritisan pemangku menanyakan tentang sesuhunan dan prosesi terkait tapakan,berikut kutipannya
“''Padahal, untuk menjadikan barong itu sebagai tapakan kiranya perlu dilakukan proses seperti nyanjan. Dirinya saja yang dipilih warga menjadi pemangku melalui proses nyanjan. Mengapa barong yang dijadikan sebagai tapakan malah tidak dilakukan. Lantas, sesuhunan yang mana sebenarnya menginginkan adanya barong itu dijadikan tapakan,'' jelasnya.
Bahkan maksud dari pemangku tersebut jelas sekali,sama sekali tidak bermaksud untuk menentang peraturan yang ada selama ini,tapi alasan sang pemangku jelas sekali bahwa beliau tidak mau ikut membayar karena hanya prihal tapakan ini semata,karena dianggap masih perlu digali dan diperjelas agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Berikut kutipannya .
Namun, Jro Mangku bersama ayahnya, Made Suamba alias Made Barik, tetap bersikukuh tidak mau membayar urunan, sepanjang untuk keberadaan barong tersebut. Namun, untuk kewajiban lainnya tetap mengikuti aturan dari desa pakraman. Sementara terhadap hasil rampasan yang dilakukan olah prajuru bersama krama banjar, dibawa ke balai banjar untuk selanjutnya dilakukan pelelangan. (kmb16)
Di beberapa tempat, lumrahnya seorang pemangku bebas urunan atau pengayah-ayah lainnya,karena dianggap sudah mengemban tugas yang penting di masyarakat,yaitu dibidang upakara itu sendiri. Bagaimana bisa kita menyelesaikan sebuah upacara tanpa bantuan beliau?
Dan seorang pemangku adalah termasuk Warna Brahmana dimana beliau adalah orang suci yang seharusnya tidak boleh diperlakukan seperti itu. Pastinya kita pernah mendengar Rsi Yadnya bukan? Beliau yang bisa dikatakan seorang Rsi seharusnya mendapatkan tanda terima kasih berupa sedekah atau punia karena telah menjalankan tugasnya. Diantaranya adalah :
Ada beberapa tugas seorang Rsi, yaitu :
a. Menyelesaikan yadnya yang di minta oleh orang yang mempunyai atau melaksanakan upacara yadnya ( yajamana ).
b. Menyebarkan ajaran Weda. Di sini seorang rsi mempunyai kewajiban sebagai pengajar dan sebagai pendidik, karena rsi tersebut merupakan perantara ilmu pengetahuan Weda kepada para siswanya dan beliau juga sebagai pendidik karena beliau harus dapat mengembangkan pribadi siswanya serta mendekatkan mereka kepada pengaruh-pengaruh yang baik.
c. Sebagai seorang rsi, beliau mempunyai kewajiban untuk berperan secara aktif dalam memecahkan masalah-masalah yang ada hubungannya dengan keagamaan, misalnya penentuan hari-hari baik untuk melakukan yadnya, memulai suatu pekerjaan-pekerjaan penting dan lain sebagainya.
Nah, Point ketiga adalah tugas yang telah beliau lakukan,yaitu memecahkan masalah yang ada hubungannya dengan keagamaan.lalu mengapa tugas beliau sama sekali tidak dihargai?
Penulis berharap agar di kemudian hari tidak lagi terjadi hal-hal seperti ini. Penulis berharap agar para pemangku-pemangku seperti ini,yang telah benar-benar melakukan kewajibannya tidak mendapatkan perlakuan seperti ini.
Percayalah, Satvam Eva Jayate
Om Santih,Santih,Santih Om
referensi : http://www.balipost.co.id/