Selasa, 21 Februari 2012

Motif Pembunuhan Satu Keluarga Diduga Keras Karena Sakit Hati

Selain Heru, petugas juga menangkap istri Heru yakni Putu yang masih ada pertalian keluarga dengan korban. "Sampai saat ini Putu masih menjalani pemeriksaan sebagai saksi," ujar Kabag Humas Polresta Denpasar Ajun Komisaris IB Sarjana, Selasa (21/2) sore, di Denpasar.
   Made Purnabawa beserta istrinya Ni Luh Ayu Sri Mahayoni (25) dan anak tunggalnya Ni Wayan Krisna Ayu Dewi (9) menghilang secara misterius dari rumahnya, Selasa (14/2) lalu. Bersama dengan itu, Heru dan Putu serta anaknya Agus yang tinggal di rumah korban turu menghilang.
   Polisi yang melakukan pengecekan di rumah korban menemukan ada bercak darah di tembok kamar rumah korban. Selain itu diketahui mobil dan dua unit sepeda motor milik korban ikut raib. Sejak semula korban diduga keras telah menjadi korban pembunuhan.
   Dugaan ini terbukti sehubungan ditemukannya tiga jenazah dalam kondisi sangat mengenaskan, Senin (20/2) di kebun sepi di daerah Negara, Jembrana, ratusan kilometer dari Denpasar. Setelah diteliti akhirnya diyakini bahwa ketiga jenazah itu adalah Made Purnabawa beserta istri dan anaknya. Jenazah Made Purnabawa ditemukan dalam satu lubang dengan jenazah istrinya, sedangkan jenazah anaknya Ayu Dewi ditemukan di tepi jurang tak jauh dari penemuan mayat Made Purnabawa. Ketika ditemukan jenazah Ayu Dewi tanpa kepala.
   Sarjana menjelaskan, petugas sejak semula sudah mencurigai bahwa pelakunya adalah Heru. Oleh sebab itu, lanjut Sarjana, pengejaran difokuskan terhadap Heru. Diyakini juga Heru melakukan aksinya tidak sendiri, mengingat tiga kendaraan milik korban juga ikut raib. "Kami semula memperkirakan pelakunya minimal tiga orang, karena ada tiga kendaraan yang ikut hilang," ucap Sarjana.
   Berdasarkan pemeriksaan sementara terhadap Heru dan istrinya Putu diketahui motif pembunuhan sadis itu adalah karena sakit hati. "Motifnya karena sakit hati. Tapi apa penyebab sakit hatinya masih kami dalami," papar Sarjana. Kepada petugas Heru juga mengaku menyewa empat pembunuh bayaran guna menghabisi nyawa satu keluarga ini.
   "Kami masih terus melakukan pengejaran terhadap pelaku lainnya yang masih membawa lari mobil korban," tandasnya. Sewaktu dilakukan penangkapan terhadap Heru dan Putu, petugas juga berhasil menyita barang bukti dua unit sepeda motor milik korban.
*Bertengkar*
   Informasi lain yang diperoleh menyebutkan, pada Senin (13/2) malam salah seorang warga di sekitar Perumahan Kampial mendengar ada suara seperti orang bertengkar dari dalam rumah korban. Hal ini juga dibenarkan Kepala Lingkungan Perumahan Kampial Wayan Loka Astika.
   "Saya juga mendengar bahwa malam hari sebelum diketahui menghilang ada suara ribut seperti orang bertengkar dari rumah korban," tutur Wayan Loka. Ia menyatakan semasa hidupnya bergaul di lingkungan Perumahan Kampial, Made Purnabawa beserta keluarga dikenal cukup luwes.
   "Saya tidak pernah mendengar korban (Made Purnabawa) punya musuh," kata Wayan Loka.
   Sarjana menambahkan, Made Purnabawa semasa hidupnya bekerja sebagai guide free lance, sedangkan Heru adalah sopirnya. "Kami menduga sakit hatinya pelaku ada kaitan dengan pekerjaannya," imbuh Sarjana sembari menduga satu keluarga ini sudah dibunuh pada Selasa (14/2) dinihari. Perkiraan ini karena saat ditemukan Senin (20/2) kondisi ketiga jenazah sudah membusuk.(Tety)
Continue reading →
Selasa, 07 Februari 2012

Orang Bali Pemuja Berhala?

Om Svastyastu
Berita yang sungguh mengejutkan,serta menarik rasa iba,dimana pada tanggal 05Januari 2012,telah terjadi peristiwa yang membuat hati para Dharmais tergugah.dimana adanya aksi perampasan dan pelelangan harta seorang pemangku dilakukan oleh krama banjar.mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah ini cermin kekuatan adat yang jauh berbeda dibandingkan dengan sisi humanisme kita?
Apakah adat kini sudah menjadi raksasa besar yang tumbuh dan bahkan menghancurkan pencipta adat itu sendiri? Layaknya ormas yang ditujukan pertama kali untuk menjadi pelindung,namun malah sekarang menjadi tak terbendung kekuatannya karena telah melampaui batas.apakah sudah pernah terbesit dihati kita, apa yang telah kita lakukan? Dalam konteks humanisme dan hati nurani saya pribadi sebagai penulis sangat menyayangkan hal ini.mengapa hal ini bisa terjadi dan bahkan menjadi santapan publik,bahkan diluar Bali sekalipun sudah tertawa terbahak-bahak serta mengatakan, “Bali itu damai? Bali itu indah? Haha,ternyata benar bahwa mereka memuja berhala.apakah resiko ini pernah terfikir sebelumnya?
Dijelaskan penyebab pemangku dirampas hartanya karena tak mau membayar sepeserpun dana jika itu terkait dengan urunan barong. Hukum adat itu memang diakui dalam hukum nasional kita sebagai hukum unit terkecil yang mampu(seharusnya) mengayomi masyarakat di berbagai daerah.namun bukan berarti hukum adat bisa bertindak semena-mena terhadap rakyat setempat dan dianggap mutlak. Karena Indonesia sendiri mengakui bahwa Hukum tertingi adalah “bukan” hukum adat. Hukum adat boleh dilaksanakan asalkan tidak menimbulkan pertentangan dengan Hukum positif yang lebih universal.
Tindakan mengambil barang (sita-menyita) tidak dapat dilakukan tanpa adanya surat penetapan dan perintah dari Pengadilan untuk penyitaan tersebut. Secara hukum, yang berhak melakukan penyitaan adalah hanyalah Pengadilan.jadi sebenarnya tindakan penyitaan itu seharusnya bukan dilakukan sewenang-wenang.ada prosedur yang harus dipatuhi . dan mengingat hukum menurut agama Hindu ada banyak jenis,jika dibedakan dari segi kekuasaannya hukum (Dharma) dibagi 2 yaitu hukum Negara dan hukum Rta.
Nah selain itu dampak yang nyata yang diakibatkan dari kasus ini adalah pandangan miring tentang Bali dan otomatis terhadap Hindu Bali sendiri,karena mengingat bahwa mayoritas agama yang dipeluk di Bali adalah Hindu,sehingga pandangan masyarakan non Bali akan demikian.bahwa apapun yang dilakukan di Bali tak bisa lepas dari peranan agama Hindu.nah inilah sesuatu yang lumayan memprihatinkan. Dimana sengketa adat diatas dilatarbelakangi kepercayaan untuk “mengadopsi” barong yang sebelumnya bernilai komersial menjadi bernilai suci/kultus dengan diadakannya pasupati dan upacara sejenis lainnya.akan timbul anggapan miring masyarakat non Bali bahwa hasil yang didapat dari bergama Hindu selama ini adalah memuja berhala? Apakah itu tidak pernah terpikirkan? Bahwa hanya karena kepercayaan menjadikan barong yang dulunya komersial menjadi tapakan ,menjadi pemicu tindak kekerasan terhadap sesama manusia?dimanakah sisi humanis kita sebagai krama bali yang terkenal ramah,sopan santun,dan lain sebagainya?
“Haha, ternyata orang Hindu benar-benar memuja berhala”. Misalnya ada kata-kata seperti itu apakah telinga dan mata kita nyaman?benar-benar suatu yang memalukan.karena kasus seperti ini pendapat orang lain menjadi aneh-aneh dan serta menafsirkan secara bervariasi.hanya karena masalah akan mengkultuskan barong yang notabene benda mati,sampai terjadi tindakan memalukan yang saya rasa tak ubahnya aksi ormas-ormas brutal saat ini.saya dalam pemberitaan bali post juga tersirat kekritisan pemangku menanyakan tentang sesuhunan dan prosesi terkait tapakan,berikut kutipannya
“''Padahal, untuk menjadikan barong itu sebagai tapakan kiranya perlu dilakukan proses seperti nyanjan. Dirinya saja yang dipilih warga menjadi pemangku melalui proses nyanjan. Mengapa barong yang dijadikan sebagai tapakan malah tidak dilakukan. Lantas, sesuhunan yang mana sebenarnya menginginkan adanya barong itu dijadikan tapakan,'' jelasnya.
Bahkan maksud dari pemangku tersebut jelas sekali,sama sekali tidak bermaksud untuk menentang peraturan yang ada selama ini,tapi alasan sang pemangku jelas sekali bahwa beliau tidak mau ikut membayar karena hanya prihal tapakan ini semata,karena dianggap masih perlu digali dan diperjelas agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Berikut kutipannya .
Namun, Jro Mangku bersama ayahnya, Made Suamba alias Made Barik, tetap bersikukuh tidak mau membayar urunan, sepanjang untuk keberadaan barong tersebut. Namun, untuk kewajiban lainnya tetap mengikuti aturan dari desa pakraman. Sementara terhadap hasil rampasan yang dilakukan olah prajuru bersama krama banjar, dibawa ke balai banjar untuk selanjutnya dilakukan pelelangan. (kmb16)  
Di beberapa tempat, lumrahnya seorang pemangku bebas urunan atau pengayah-ayah lainnya,karena dianggap sudah mengemban tugas yang penting di masyarakat,yaitu dibidang upakara itu sendiri. Bagaimana bisa kita menyelesaikan sebuah upacara tanpa bantuan beliau?
Dan seorang pemangku adalah termasuk Warna Brahmana dimana beliau adalah orang suci yang seharusnya tidak boleh diperlakukan seperti itu. Pastinya kita pernah mendengar Rsi Yadnya bukan? Beliau yang bisa dikatakan seorang Rsi seharusnya mendapatkan tanda terima kasih berupa sedekah atau punia karena telah menjalankan tugasnya. Diantaranya adalah :
Ada beberapa tugas seorang Rsi, yaitu :
a. Menyelesaikan yadnya yang di minta oleh orang yang mempunyai atau melaksanakan upacara yadnya ( yajamana ).
b. Menyebarkan ajaran Weda. Di sini seorang rsi mempunyai kewajiban sebagai pengajar dan sebagai pendidik, karena rsi tersebut merupakan perantara ilmu pengetahuan Weda kepada para siswanya dan beliau juga sebagai pendidik karena beliau harus dapat mengembangkan pribadi siswanya serta mendekatkan mereka kepada pengaruh-pengaruh yang baik.
c. Sebagai seorang rsi, beliau mempunyai kewajiban untuk berperan secara aktif dalam memecahkan masalah-masalah yang ada hubungannya dengan keagamaan, misalnya penentuan hari-hari baik untuk melakukan yadnya, memulai suatu pekerjaan-pekerjaan penting dan lain sebagainya.
Nah, Point ketiga adalah tugas yang telah beliau lakukan,yaitu memecahkan masalah yang ada hubungannya dengan keagamaan.lalu mengapa tugas beliau sama sekali tidak dihargai?
Penulis berharap agar di kemudian hari tidak lagi terjadi hal-hal seperti ini. Penulis berharap agar para pemangku-pemangku seperti ini,yang telah benar-benar melakukan kewajibannya tidak mendapatkan perlakuan seperti ini.
Percayalah, Satvam Eva Jayate
Om Santih,Santih,Santih Om
referensi : http://www.balipost.co.id/
Continue reading →

Hari Manis Galungan kini sudah berubah makna

gambar ilustrasi
Sehari setelah Galungan, yaitu pada Kamis Umanis Dungulan dikenal dengan Manis Galungan. Pada hari inilah akan diadakan kegiatan silaturahmi, saling mengunjungi sanak saudara dengan penuh keceriaan, berbagi suka cita, mengabarkan ajaran kebenaran, dan tentunya saling mencicipi masakan dari Babi. Di Bali, pusat perkantoran biasanya libur selama 3 hari mulai dari Penampahan hingga Manis Galungan.
diatas adalah kutipan dari sebuah blog yaitu di http://sangayuudara.wordpress.com. sungguh begitu baik makna yang disampaikan dalam blog tersebut terkait makna dari manis Galungan. Namun realita dan harapan jauh sekali menyimpang.banyak sekali penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaannya.
tak ada lagi yang namanya silaturahmi,berbagi suka cita dan lain sebagainya.anak muda sekarang khususnya menghabiskan waktu manis galungan hanya untuk konvoi motor,kebut-kebutan dijalan yang pastinya membuat suasana di jalan menjadi tidak nyaman.bahkan setiap hari raya besar seperti ini,bisa dipastikan ada saja masalah. dan lucunya lagi masalah-masalah itu adalah masalah lingkup disana saja. " la katanya ajeg Bali? kok banyak yg gontok-gontokan sama saudara dekat? "
dibawah ini adalah bukti nyatanya.
Dua kelompok geng motor, Kamis (2/2) siang lalu, terlibat tawuran di Desa Carangsari, Petang, Badung. Akibatnya, dua pemuda masing-masing bernama I.B. Nyoman Adiyasa (29) dan I Gusti Ngurah Andiyoga Putra (19), warga Banjar Pemijian mengalami luka-luka akibat dipukul menggunakan tiang bendera. Sayangnya, pelaku yang diduga geng motor asal Denpasar itu, hingga kini belum diketahui identitasnya. Polisi masih menyelidiki kasus ini, dan pelaku tengah dikejar.


Kapolres Badung AKBP Beny Arjanto, Jumat (3/2) kemarin, membenarkan adanya kejadian tersebut. Kuat dugaan, perkelahian dua kelompok itu dipicu atas ketersinggungan semata. Kedua kelompok geng motor itu berpapasan di TKP dan mereka saling ejek. Ejekan itu pun memicu ketersinggungan hingga akhirnya mereka adu fisik. ''Dari kedua kelompok itu, masing-masing turun dari motor. Mereka terlibat perkelahian dan kelompok korban dipukul dengan tiang bendera,'' kata Kapolres Beny.


Tiang bendera itu memang dibawa para pelaku dalam konvoi. Sementara kelompok geng motor korban, tidak membawa apa-apa. Hal itulah membuat kelompok korban tak berdaya ketika dipukul dengan tiang bendera.


Korban Adiyasa mengalami luka robek di daun telinga kiri dan di kepala bagian belakang. Sedangkan korban Andiyoga Putra, mengalami luka robek di atas daun telinga sebelah kanan. ''Kami menerima laporan pukul 13.00 wita. Anggota langsung ke TKP dan ternyata pelaku sudah kabur,'' jelasnya.


Meski demikian, polisi pun melakukan tindakan dengan melarikan kedua korban ke puskesmas terdekat. Setelah sempat menjalani penanganan medis di puskesmas, kedua korban diarahkan untuk melaporkan kasus ini ke Polsek Petang. Dengan adanya laporan korban, pasukan Buser Polsek Petang dan Polres Badung pun menindaklanjuti. ''Kami sudah memeriksa sejumlah saksi. Pelakunya diduga kelompok geng motor dari Denpasar. Untuk itu, kami masih melakukan pengejaran terhadap pelaku,'' ujarnya. (kmb21)
dibawah ini pendapat rekan di Kaskus tentang cara berkendara ABG di Bali 
Gue sering ke bali, mau tanya pendapat rekan2 aja yg di bali/pendatang dari luar bali tentang kelakuan berkendara orang2 di bali khususnya motor, unek2 gue :

- Kalo jalan/belok hanya perhatiin kedepan aja, jarang nengok2 liat kondisi jalan di samping maupun belakang (kacamata kuda)

- Jalan seenaknya di tengah jalan walaupun pelan, sdh di klakson cuek aja
- Kalo belok gak ngasih sein, bahkan tiba2, berhenti seenaknya
- Kaca spion cuma pajangan doang
- muncul tiba2 dari gang kecil lsg ke jalan raya tapi prhatiin lalu lintas sekitar
- dll

Rata2 teman gue yg dtg dari luar bali pasti komentar negatif ttg kelakuan berkendara orang disini, bahkan teman gue yg asli bali pun tapi besar di jkt sering ngomel kalo ngeliat kelakuan orang tsb. Kenapa ya? apa mereka punya nyawa cadangan? he3x, kritik aja bro/sis.
sayang sekali bukan? jika kita semua masih ingat dengan ajaran agama kita (Hindu), mari kita lestarikan dan pahami setiap makna hari raya Hindu. agar kita tidak menganggap setiap hari raya suci layaknya  hari libur biasa.bangun bersama citra Hindu Bali, jangan semakin memperkeruh keadaan di jaman Kaliyuga ini.

referensi :
- http://sangayuudara.wordpress.com
- http://www.balipost.co.id
- http://www.kaskus.us
Om Santih,Santih,Santih Om
Continue reading →